|
Judul Buku : The Art of Loving Penulis : Erich Fromm Penerbit : Fresh Book Tahun Terbit : Januari 2005 Tebal : 218 Halaman | |
|
Apakah cinta itu seni?
Ataukah hanya sebentuk perasaan menyenangkan yang dialami secara kebetulan
saja, sesuatu yang membuat kita tercebur ke dalamnya jika sedang beruntung??
Cinta adalah sebuah seni,
yang harus dimengerti dan diperjuangkan… Dalam masalah cinta, kebanyakan orang
pertama-tama melihatnya sebagai persoalan ‘dicintai’ ketimbang ‘mencintai’ atau
kemampuan mencintai. Hal kedua yang mendasari sikap aneh masyarakat sekarang
dalam soal cinta adalah anggapan bahwa cinta adalah persoalan ‘obyek’ bukan
persoalan ‘kemampuan’.
Frasa itulah yang muncul diawal buku The
Art of Loving. The Art of Loving adalah sebuah buku yang membahas tentang cinta, teori, obyek dan
aplikasi. Di antara banyak referensi tentang cinta, buku karangan Erich Fromm
ini lebih sering menjadi referensi utama psikologi ketika ingin membahas tema
tentang cinta. Erich
Fromm adalah seorang Psikoanalis yang banyak menaruh perhatian pada karakter
sosial masyarakat modern. Erich Fromm adalah warga
Jerman yang mempelajari psikologi, filsafat, dan sosiologi. Ia dikenal sebagai
salah satu tokoh psikoanalisis bersama Freud. Yang membedakan di antara
keduanya adalah Erich Fromm menekankan kepada peran sosio-ekonomi dalam
pembentukan kecenderungan-kecenderungan yang membangun karakteristik kepribadian
seorang individu. Tak dapat dipungkiri bahwa tulisan dan pemikiran Erich Fromm
dipengaruhi oleh seorang ideolog yang memberikan ‘antitesis’ terhadap wajah
Barat, yaitu Karl Marx.
Orang-orang memberdayakan diri mereka, memproduktifkan diri mereka
untuk memperoleh jabatan dan kekayaan material, supaya mereka dicintai. Inilah
salah satu ‘penyakit’ yang sedang menjadi virus tanpa wujud, ketika orang-orang
tergila-gila untuk dicintai, dan lupa bagaimana mencintai seseorang. Padahal
mencintai akan memberikan kita suatu ‘keuntungan’ yang bukan hanya bersifat
material sesaat, tapi juga memberikan ‘keuntungan’ terhadap jiwa kita. Tindakan
mencintai bukan hanya dilakukan dengan melakukan sesuatu atau menggerakkan
tubuh untuk melakukan sesuatu. Bukan demikian. Justru, tindakan yang merupakan
kegiatan tertinggi adalah kontemplasi menuju yang transedental.
Ada salah satu dasar bagi Fromm dalam memandang cinta. Bagi Fromm,
seluruh cinta yang ada di alam semesta merupakan representasi cinta Tuhan dan
menjadi ‘wujud’ cinta terhadap Tuhan. Fromm menyatakan bahwa cinta tak akan
mengerdilkan diri kita, pasangan kita, atau siapapun yang ada di sekitar kita.
Cara kita mencintai justru diupayakan untuk mengembangkan seseorang yang kita
cintai, menjadi dirinya sendiri, seutuhnya. Inilah pentingnya mencintai
berdasakan keberadaan Tuhan. Ketika kita dan seseorang yang kita cintai
menyadari bahwa diri masing-masing merupakan bagian dari ciptaan Tuhan;
keduanya pun akan menyadari sepenuhnya bahwa diri masing-masing adalah satu walaupun
nyatanya tetap ada dua, sebagai representasi keutuhan diri. Menurutnya, setiap teori tentang cinta harus dimulai
dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia. Dan salah satu
eskistensi tersebut adalah bahwa manusia mempunyai kehidupan yang sadar akan
dirinya.
Manusia
memiliki kesadaran akan dirinya, akan diri sesamanya, akan masa silam, serta
kemungkinan-kemungkinan masa depannya. Manusia juga mempunyai kesadaran akan
jangka hidupnya yang pendek, akan fakta bahwa ia dilahirkan diluar kemauannya
dan akan mati diluar keinginannya. Juga kesadaran bahwa dia akan mati
mendahului orang-orang yang dicintai atau mereka yang dia cintailah yang akan
mendahuluinya. Erich Fromm menjabarkan
obyek-obyek cinta yang berbeda yang ada pada manusia, yaitu: Cinta
persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotik, cinta diri dan cinta Tuhan.
Cinta persaudaraan berbeda dengan cinta keibuan, begitu juga berbeda dengan
cinta erotik, diri atau Tuhan.
Sebuah karya penting yang menunjukkan kepada Anda bagaimana
menumbuh kembangkan hubungan kasih sayang Anda dan memperkaya hidup Anda.The Art of Loving telah membantu
ratusan ribu pria dan wanita mencapai kehidupan yang bermakna dan produktif
dengan mengembangkan kapasitas mereka yang tersembunyi untuk cinta. Sebuah buku
yang sangat menggemparkan dan tak memihak oleh seorang psikoanalis terkenal
Erich Fromm, yang mengupas tuntas cara-cara di mana emosi yang sangat luar
biasa itu dapat mengubah arah kehidupan seseorang.Kebanyakan dari kita tidak
dapat mengembangkan kemampuan kita untuk mencintai pada satu-satunya tataran
yang benar-benar bermakna - sebuah cinta yang penuh dengan kedewasaaan,
pemahaman diri, dan keberanian. Belajar mencintai memerlukan latihan dan
konsentrasi. Lebih dari seni apa pun, belajar mencintai membutuhkan wawasan dan
pengetahuan tulus. Fromm mengupas soal cinta dalam semua aspeknya: bukan hanya
cinta romantis, yang begitu terselubung oleh konsepsi-konsepsi palsu, tetapi
juga cinta orangtua terhadap anaknya, cinta kepada saudara, cinta erotis, dan
cinta kepada Tuhan.
*Cinta merupakan seni
Premis yang pertama, yakni bahwa cinta adalah sebuah seni yang
harus dimengerti dan diperjuangkan. premis kedua adalah kecenderungan sikap
yang diidap oleh masyarakat zaman sekarang sama sekali bukan mereka menganggap
remeh soal cinta. justru kenyataan yang terjadi adalah sekarang selalu haus
akan cinta. Persoalan terpenting bagi kebanyakan orang adalah bagaimana agar
dicintai, atau bagaimana agar bisa dicapai. tindakan yang ditempuh oleh kaum
lelaki adalah bagaimana agar sukses, kaya, berkuasa, dengan tanpa melanggar
batas-batas sosial yang ada. ditempuh oleh kaum perempuan adalah dengan membuat
semenarik mungkin, dengan cara merawat tubuh, pakaian dan penampilan. Langkah
pertama yang harus diambil dalam hal menghentikan cinta-mencintai adalah dengan
menyadari bahwa cinta adalah suatu seni; sama seperti hidup. proses mempelajari
seni dapat dibagi menjadi 2 bagian; menguasai teori dan menguasai prakteknya.
* Teori Cinta
Hanya ada satu kepastian, yaitu kepastian tentang masa lampau,
sedangkan tentang masa depan, yang ada hanyalah kepastian tentang kematian. Manusia
terlepas di zaman dan kebudayaan tempat ia hidup telah dihadapkan pada
pertanyaan yang sama, yaitu bagaimana cara mengatasi keterpisahan, meraih
kesatuan, mentransendensikan kehidupan serta memperoleh penebusan. Menurut
filsafat abad pencerahan (Emmanuel Kant), tak seorang pun manusia yang lebih
dijadikan alat bagi tujuan manusia lainnya. Semua manusia adalah sama. Manusia
adalah tujuan, dan sampai kapan pun ia tetap tujuan. Manusia tak lebih menjadi
alat bagi yang lainnya.
Cinta yang matang adalah kesatuan dengan sesuatu atau seseorang
dibawah kondisi saling tetap mempertahankan integritas. Cinta adalah kekuatan
aktif yang bersemayam dalam diri manusia. Cinta selalu memuat elemen-elemen
dasar tertentu, yakni perhatian, tanggung jawab, penghargaan serta pemahan.
Bukti bahwa cinta memuat perhatian (care) nampak jelas dalam cinta seorang ibu
terhadap anaknya. Perhatian dan kepedulian memuat aspek lain dari cinta, yaitu
tanggung jawab. Tanggung jawab bisa dengan mudah berubah menjadi dominasi dan
kepemilikan jika tidak sesuai komponen ketiga, yaitu penghormatan atau penghargaan.
Tanggung jawab akan buta jika tidak dituntun oleh pemahaman atau pengetahuan.
* Cinta dan disintagrasinya
dalam masyarakat.
Cinta adalah sebentuk
kapasitas yang terakhir yang terlahir dari karakter yang matang dan produktif.
Kedudukan dari cinta yang tersebut telah digantikan oleh sederetan cinta semu
yang mencermikan terjadinya disintegrasi cinta dalam kehidupan masyarakat
kontemporer.
* Praktek cinta
Setelah membicarakan aspek teorirk dari seni mencintai, sekarang
kita dihadapkan pada persoalan yang jauh lebih sulit, yaitu praktek seni
mencintai. Mempelajari praktek seni tidak akan mungkin tanpa melatihnya secara
langsung. Mencintai adalah pengalaman personal yang hanya dapat dimiliki oleh
dan untuk orang yang bersangkutan. Praktek suatu seni memiliki syarat-syarat
umum tertentu, yaitu kedisiplinan, mood, kesabaran, serta perhatian penuh untuk
menguasai seni tersebut. Cinta adalah suatu tindakan yang disertai keyakinan dan
kepercayaan, dan orang yang hanya memiliki sedikit keyakinan akan sedikit pula
cintanya. Dasar pokok dari praktek seni mencintai, yaitu aktivitas. Oleh
karenanya keyakinan bahwa cinta bisa terwujud sebagai fenomena sosial dan bukan
sekedar fenomena individual merupakan keyakinan yang rasional, yang bersumber
pada wawasan tentang hakekat manusia itu sendiri.
Inilah yang menarik dari pembahasan psikologi
tentang cinta oleh Erich Fromm. Ia tidak memukul rata pemahaman tentang cinta,
tetapi mengkalisifikasikannya berdasarkan obyek yang mana mempunyai arti
berbeda pada masing-masing obyek. Cinta persaudaraan adalah cinta pada sesama
manusia, cinta keibuan adalah cinta ibu pada anaknya, cinta diri adalah cinta
pada diri sendiri; dan sebagainya. Sementara elemen-elemen cinta menurut Fromm adalah yakni
perhatian, tanggungjawab, penghargaan serta pemahaman.
Buku The Art of Loving
karya Erich Fromm ini bagaikan suatu ‘oase di gurun pasir’ akan tergesernya
nilai cinta di zaman ini; zaman yang begitu menggemborkan peranan cinta sebagai
perasaan pasif, peranan cinta yang ingin dipuja-puji oleh sesama manusia,
peranan cinta yang melupakan makna mencintai. Bahkan Fromm pun menyatakan bahwa
yang patut dipuja hanyalah Tuhan yang memiliki seluruh alam semesta. Perasaan
yang muncul dan kegiatan dalam mencintai adalah bentuk kebahagiaan cinta
seutuhnya yang mestilah transedental. Dalam buku 218 halaman ini, Fromm juga
mengutip pendapat tokoh-tokoh besar tentang cinta, seperti Karl Marx, Jalaludin
Rumi, Sigmund Freud dan Spinoza. Tetapi selain mengutip pendapatnya tentu Fromm
juga mengutarakan kritiknya atas pendapat tokoh-tokoh tersebut yang menurutnya
kurang tepat. Menurut Karl Marx cinta adalah kekuatan yang menghasilkan
cinta, dan impotensi adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan cinta