Rabu, 25 Januari 2012

Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman


 Jenderal Sudirman merupakan sosok teladan yang penuh dengan kesederhanaan. Ketokohannya masih terus dikenang oleh banyak orang, khususnya bangsa Indonesia. Walaupun dalam kenyataannya Jendral Sudirman bukan lulusan akademi militer, beliau lebih banyak dikenal sebagai Bapak TNI.

Dalam sebuah biografi yang ditulis oleh Sadirman dinyatakan bahwa jenderal Sudirman telah menunjukkan keteladannya baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif, Jenderal Sudirman telah melakukan berbagai kegiatan pembibingan dan pendidikan ke pada banyak orang. Secara pasif, kesalehan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai kejuangannya telah menjdi cermin dan acuan bagi siapa saja.

Buku dengan tebal 260 halaman ini menjelaskan kehidupan Jenderal Sudirman dari lahir hingga beliau berpulang kepangkuanNya. Sudirman lahir dari pasangan suami-istri yang berasal dari rakyat biasa pada 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Purbalingga. Setelah lahir, beliau diangkat anak oleh keluarga R. Cokrosonaryo. Sudirman tumbuh menjadi anak yang saleh. Di masa sekolah Sudirman dikenal sebagai “Guru Kecil”, hali ini disebabkan oleh ketekunan, keuletan, dan kedisiplinannya. Saat berusia 7 (tujuh) tahun Sudirman bersekolah di HIS Gubernemen. Namun, ketika naik ke kelas VII beliau pindah ke Taman Siswa. Belum genap setahun, sekolah Taman Siswa ditutup karena kekurangan dana. Kemudian Sudirman melanjutkan pendidikannya di MULO Wiworotomo, Cilacap.

Sejak menjadi siswa MULO Wiworotomo telah terlihat tanda-tanda pada diri Sudirman bahwa beliau adalah remaja yang bertanggung jawab yang menyenangi berbagai kegiatan perkumpulan dan organisasi. Aktif di dalam organisasi Ikatan Pelajar Wiworotomo dan di dalam dunia kepanduan. Pada awalnya beliau memasuki Kepanduan Bangsa Indonesia yang ada di Cilacap. Tetapi kemudian beliau beralih ke pandu Hizboel Wathan. Setelah lulus MULO beliau sempat menjadi siswa HIK Muhammadiyah Surakarta namun hanya kurang dari satu tahun.

Sudirman akhirnya tumbuh menjadi seorang guru profesional. Beliau aktif mengajar di HIS Muhammadiyah Cilacap. Tidak hanya profesional sebagai guru di sekolah, tetapi juga profesional sebagai pendidik di luar sekolah. Sudirman adalah pemimpin sekaligus pendidik dan gurunya para pemuda, pemimpin sekaligus pendidik dan gurunya HW, pemimpin sekaligus pendidik dan gurunya masyarakat, tentu juga pemimpin sekaligus pendidik dan gurunya istri dan anak-anaknya.
Singkatnya, Sudirman merupakan seorang tokoh yang hebat. Saat berusia 29 tahun beliau sudah menjadi Panglima Besar TKR dan memimpin perang melawan sekutu di Ambarawa. Pada usia 31 tahun Sudirman memimpin Agresi Militer Belanda I. Dalam membangun kekuatan korps para prajurit, Sudirman dalam kedududkannya sebagai panglima, tidak hanya mendasarkan pada profesionalisme seorang komandan, namun beliau memempatkan diri sebagai panglima yang merangkap menjadi seorang ayah bagi para prajurit.

Buku ini memberikan keterangan tentang idola kita, Jenderal Sudirman, secara lengkap dan terperinci. Panglima Besar Sudirman, pemimpin yang jujur, berbudi pekerti luhur dan telah berjuang dengan jiwa raga dan hartanya untuk bangsa dan negara, tergambar dengan jelas pada setiap kata yang tertulis dalam buku ini. Pemaparan bahasa dalam buku ini, ditulis dengan bahasa yang kompleks, namun masih mudah dicerna oleh pembaca. Dengan demikian, pembaca dapat dengan mudah untuk mengenal Jenderal Sudirman, seorang guru bangsa.

Bagi para pemuda yang mengidolakan sosok Jenderal Sudirman, tidak ada salahnya membeli buku setebal 260 halaman ini. Melalui barisan kata yang disajikan Sardiman, pambaca tidak hanya mendapat pengetahuan seputar Jenderal Sudirman, tetapi juga mendapat pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa sebelum kemerdekaan. Setelah membaca buku ini, hendaknya kita sadar bahwa perjuangan meraih kemerdekaan itu sangatlah tidak mudah. Jenderal Sudirman sebagai salah satu pahlawan pembela kemerdekaan, sudah selayaknya mendapat gelar sebagai Guru Bangsa. Beliau adalah patriot sejati, pendidik yang konsisten dan kompeten bagi semua orang.

Kamis, 12 Januari 2012

Resensi Buku : Menentang Tirani Aksi Mahasiswa ‘77/’78




 Orde baru seolah dekat dengan pengekangan mahasiswa yang ingin menyampaikan pendapatnya terutama kritik terhadap suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Orde baru diawali dengan tumbangnya Soekarno melalui kudeta merangkak yang dilakukan oleh Soehato. Awal kehidupan orde baru seolah sangat dekat dengan rakyat,tidak ada surat kabar yang dibredel dan pemulihan kembali surat kabar yang dilarang terbit pada masa Soekarno. Bahkan Mochtar Lubis Menyebut Soeharto adalah pemimpin yang benar-benar dapat menjalankan Trias Politica.

Kehidupan awal Orde Baru cukup baik dibidang ekonomi inflasi yang semula mencapai 650% pada masa Soekarno teratasi. Keadaan Berbalik  banyak sekali penyelewengan oleh pemerintah menjelang pemilu pertama pada masa Orde Baru yaitu pada tahun 1971,Ali Moertopo sebagai ASPRI presiden mencangkan strategi politik nasional. Semua partai yang aktif pada masa Soekarno dipaksakan untuk melakukan fusi. Mereka patai yang bernuansa agamis dipaksakan untuk masuk dalam PPP,apabila mereka menolak maka akan di cap sebagai komando Jihad dan akan mendapat teror seperti pembakaran rumah. Sedangkan partai-partai yang berasaskan Nasionalis,Soekarnois harus masuk dalam PDI apabila tidak maka meraka akan disebut komunis dan akan dibuang ke P.Seram dan P.Buru.

Teror menjadi hal yang sangat lumrah dalam pemilu 1971 maupun 1977 masyarakat dipaksakan untuk memilih Golkar dengan cara melakukan intimidasi dan teror. Bahkan 1kampung di daerah Jawa Barat simpatisan PPP diculik dan dianiaya hanya untuk memilih Golkar. Di daerah Jawa Timur simpatisan PDI ditembak didepan umum oleh letkol.Otong dan ia berkata “inilah akibat orang yang tidak memilh Golkar”.

Dibidang Ekonomi,Pemerintah membuka jalan untuk perusahaan asing (PT.Freeport) tahun 1969 untuk mengambil kekayaan bumi Indonesia demi perbaikan ekonomi pada saat itu. Dan pada tahun 1974 terjadi clash anatara pemerintah dalam demonstrasi  15 Januari 1974,saat PM Jepang datang ke Indonesia untuk menanamkan modal di Indonesia. Terjadi clash antara ekonom UI dengan Ali Moertopo yang kemudian membuat CSIS. Lembaga ini adalah sebuah institusi independen dan bipartisan yang melakukan penelitian kebijakan dan analisa strategis dalam politik, ekonomi, dan keamanan.  Kemudian untuk mempercepatan pertumbuhan pembangunan maka didirikan lah IGGI dananya dihimpun dari pinjaman negara lain,tingkat kesejahteraan penduduk pun dipertanyakan oleh mahasiswa. Sebuah desa di Karawang yang berstatus lumbung padi di Pulau Jawa mengalami kelaparan. Utang luar negeri pun membengkak.  Utang luar negeri tahun 1977 2.908 Miliar melebihi utang luar negeri Soekarno yang memimpin selama 21 tahun 2.900 Miliar.
Dibidang hukum, semua yang berhubungan dengan keluarga Soeharto semua tumpul,dimana yang sangat menonjol yakni kasus  Pertamina oleh Ibnu Sutowo,tak jelas akhirnya padahal saat itu Indonesia sedang booming minyak dan harga minyak saat itu sangat tinggi tapi yang dapat merasakan hal tsb hanya segilintir orang. Mahasiswa tidak tinggal diam mengatasi pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Pertama, Mahasiswa menggalang persatuan Antar Dewan Mahasiswa untuk mengagalkan upaya Jepang menanamkan modal di Indonesia dan melakukan demonstrasi di Jakarta,upaya tersebut ditanggapi represif oleh ABRI hingga menelan korban jiwa. Setelah peristiwa itu langkah yang di ambil oleh pangkopkamtib saat itu,Jend.Soemitro ialah menagkap para pimpinan Dewan Mahasiswa seperti hariman Siregar dan Sjahrir.

Masalah tidak berhenti sampai disitu mahasiswa memprotes pencalonan kembali Soeharto untuk menjadi presiden. Mereka mengadakan pertemuan antar senat se-Indonesia untuk menggagalkan rencana tersebut dan membuat DPR versi Mahasiswa dan berdemonstrasi terjadi di kota-kota besar dengan membawa pamflet anti Soeharto. Upaya tersebut membuat berang Pangkopkamtib dengan mengatakan itu adalah penghinaan terhadap kepala negara.  Hingga akhirnya terjadi pengepungan oleh tentara di kampus ITB dan pemburuan mahasiswa yang ikut berdemo.

Langkah pahit harus diterima Mahasiswa dengan diberlakukannnya sistem NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan koordinasi Kemahasiswaan) oleh Menteri P&K,Daoed Joesoef,  dimana peran mahasiswa untuk menanggapi persoalan negara (politik) sangat dikekang oleh pembatasan masa studi di kampus hingga turut campur tangan pemerintah dalam setiap organisasi mahasiswa. Dan dampak NKK/BKK dapat kita rasakan hingga kini yakni kita dibuat terpaku oleh ruang kelas yang membatasi kita untuk belajar hal lain selain materi perkuliahan.