Hentikan segala terror dan intimidasi yang terjadi pada buruh dan
petani
Jakarta (04/02), Aksi Long March Petani Jambi
akhirnya tiba juga di Jakarta, setelah lebih dari 1 bulan yaitu sejak 12
Desember 2012. Kedatangan para petani ini sangat militan karena belum pernah
ada yang melakukan aksi jalan kaki sepanjang ini sebelumnya, yaitu lebih dari
1000 KM, dengan mengusung tuntutan “Tanah untuk Rakyat”, “Laksanakan UU PA
1960”, dan “Penegakan pasal 33 UUD 1945”. Petani Jambi diorganisasikan oleh
Serikat Tani Nasional (STN) ini menyatukan tekad berjalan kaki ke Jakarta
karena pemerintah provinsi (Pemprov) Jambi tidak dapat menyelesaikan persoalan
tanah mereka di beberapa desa yang dirampas oleh perusahaan pertambangan maupun
perkebunan. Puluhan petani Jambi ini kemudian diikuti juga oleh petani
Mesuji,Lampung yang juga memiliki masalah penyerobotan tanah, lalu bergabung
bersama petani Jambi mulai dari Lampung berjalan menuju Jakarta. Ratusan petani
sudah sampai di Jakarta pada 22 Januari lalu.
Aksi serupa pun
diikuti oleh petani yang berasal dari
Blitar. Mereka memutuskan untuk jalan kaki ke Jakarta untuk mengadu kepada
presiden karena mengalami terror dari aparat militer guna membebaskan lahan
mereka untuk kepentingan pemilik modal. Hari Senin, (04/02) Berbagai elemen
masyarakat (Buruh, Tani dan Mahasiswa) mengadakan aksi solidaritas menuntut
janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat kampanye, di antaranya akan segera
menyerahkan tanah seluas 9,25 juta hektare untuk petani miskin yang kemudian
dituangkan dalam PPAN (Program Pembaruan Agraria Nasional). Dalam orasi
nya, Forum Perjuangan Buruh Jabodetabek (FPBJ) mengatakan bahwa “Buruh dan Tani
kini sudah bersatu dalam perjuangan karena kita sudah sama-sama bermusuhan
dengan rezim pemodal”. Hujan lebat yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya saat
itu sama sekali tidak menyurutkan aksi yang sudah terlanjur berkobar.
Aksi tetap berlanjut dengan orasi-orasi dan
nyanyi-nyanyi perlawanan. Anwar, yang mewakili Serikat Petani Karawang (Sepetak),
dalam orasi nya mengatakan bahwa sejarah perampasan tanah di Indonesia adalah
juga sejarah masuknya kapitalisme yang sudah terbukti memiskinkan rakyat.
“Ketidakmampuan pemerintah menjalankan UU PA 1960 maupun pasal 33 UUD 45 dan
juga pasal-pasal lainnya, hanyalah dikarenakan pemerintahan SBY-Boediono
berikut seluruh elite politik DPR adalah antek-antek Neo Kolonialisme dan Imperialisme
(Nekolim) di Indonesia dan karenanya, persatuan antara buruh dan tani
semestinya merupakan persatuan politik rakyat untuk membangun pemerintahannya
sendiri, yaitu pemerintahan rakyat yang bebas dari para pemodal!”, tambahnya.
Sedangkan Ilham yang mewakili FPBJ dan menyerukan dukungan penuh dari kaum
buruh di Jakarta untuk kaum tani Jambi maupun Lampung selama berjuang di
Jakarta. Ilhamsyah yang biasa dipanggil Boing ini juga menegaskan bahwa
kedatangan kaum tani hari ini juga akan disusul oleh petani dari Blitar, Jawa
Barat, Medan, dan Sulawesi yang telah mempersiapkan aksi jalan kaki nya juga
menuju Jakarta. “Kita akan menduduki Jakarta jika masalah tanah tidak
diselesaikan dengan segera!,” lanjut Ilham.
Aksi solidaritas untuk Petani Jambi dan Lampung ini
juga diikuti oleh Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Liga Mahasiswa Nasional
untuk Demokrasi (LMND), Aliansi Petani Indonesia (API) Front Perjuangan Pemuda
Indonesia (FPPI) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Semua demonstran bertahan
sampai hujan berhenti. Sebelum membubarkan aksi didepan Istana Negara, para
petani berjanji akan kembali mengepung Jakarta,
tepatnya didepan kantor Kemenhut, sebelum permasalahan tanah mereka selesai.
Sementara itu organisasi-organisasi pendukung juga siap untuk merapatkan
barisan dalam memperjuangkan konflik-konflik tanah yang tersebar luas di
Indonesia. Mereka menuntut agar kriminalisasi terhadap petani dan buruh yang
kerap mereka alami akibat konflik agraria segera dihentikan. Para petani
meminta pemerintah segera melakukan langkah penyelesaian konflik agraria yang
sering justru merugikan kaum tani. Pasalnya
selama ini pemerintah dianggap ibarat tidak mengambillangkah atas berbagai
kasus seperti di Mesuji-Lampung dan Sumatera Selatan, kasus Senyerang-Jambi,
kasus Pulau Padang-Riau, kasus Bima ataupun kasus Ogan Ilir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar