Sabtu, 10 November 2012

Anak Pembangunan Orde baru



Gedung kita memang tidak bagus, pembangunan memang perlu. Tapi, yang lebih penting adalah membangun mahasiswanya – Winarno Surakhmad (Rektor IKIP), Koran Didaktika 1979

Hanya satu kata , Pembangunan. Itulah dalil yang digunakan oleh rezim Soeharto untuk bisa melanggengkan kekuasaannya sampai 32 tahun. Hingga Soeharto dijuluki bapak pembangunan. Soeharto tidak salah, Indonesia memang sangat perlu pembangunan untuk memajukan taraf hidup rakyat hingga perubahan dibidang ekonomi yang lebih baik. Setelah ekonomi Indonesia terkoyak hingga hampir mencapai titik nadir ditahun 1965. Setelah naik ke tampuk kekuasaan tahun 1966, Soeharto mengatakan revolusi sudah tidak lagi laku. Yang terpenting saat ini adalah membangun Indonesia. Soeharto sadar Indonesia tidak banyak memiliki uang untuk membangun Indonesia, lalu bagaimana cara untuk membangun Indonesia ?

Soeharto berpikir Indonesia membutuhkan pihak asing untuk membangun, untuk itu ia menerbitkan UU penanaman modal asing. Dari penanaman modal asing memang cukup berguna untuk membangun Indonesia secara fisik  terutama sarana dan prasarana untuk memajukan perekonomian. Tahun-tahun awal memang banyak dinilai orang cukup bagus. Akan tetapi, dipertengahan jalan banyak yang keliru. Dimulai eksploitasi tambang emas Freeport yang awalnya adalah ingin mengambil tembaga di bumi cendrawasih. Belum lagi pembentukan komisi hutang untung membangun Indonesia  yaitu Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI). Banyak dan yang diterima Indonesia tetapi tidak ada pemerataan pembangunan yang berarti yang ada malah meningkatnya birokratnya yang korupsi. Dan pembangunan Indonesia hanya terpaku pada fisik saja bukan manusianya. Lebih lanjut, Akibat represif pemerintahan Soeharto, yang terjadi adalah masyarakat merasa takut untuk berpendapat, apatis, pragmatis bahkan oportunis.

Coba menilik ke dalam kampus saat ini, ternyata ada kesamaan  dengan orde baru. Ya, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sedang giat-giatnya membangun gedung dalilnya adalah gedungnya sudah kumuh.  “Rencana untuk membangun gedung sudah ada sejak awal konversi IKIP Jakarta menjadi UNJ tahun 1999,” tutur Soeprijanto, Pembantu Rektor (PR) IV disaat menghadiri peluncuran majalah didaktika (17/10). Ia menambahkan, UNJ sendiri baru mendapatkan dananya dari Islamic Deveploment Bank (IDB) tahun 2009. Dan, dari situ pembangunan UNJ terus digalakkan hingga saat ini. Lagi-lagi dana yang digunakan adalah dengan cara berhutang.

Seperti yang diucapkan Soeprijanto disaat yang sama sumber dana UNJ juga bukan hanya dari IDB, ada beberapa lagi tapi yang salah satunya ialah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Dengan banyaknya dana yang mengalir untuk proyek pembangunan birokrat UNJ pun terlibat masalah korupsi pengadaan labolaturium. Lalu kemanakah tujuan pembangunan UNJ ? Menurut Soeprijanto, Tujuan pembangunannya adalah agar UNJ menjadi World Class University dan yang pertama dilihat adalah keadaan fisik UNJ sendiri. Sangat miris ketika mendengar pernyataan tersebut. Ketika yang diutamakan dalam pembangunan lagi-lagi hanya berorientasi pada fisik gedung.

Lalu bagaimana dengan mahasiswanya ? Sudah barang pasti mahasiwanya pun acuh tak acuh karena tuntutan untuk lulus cepat. Dengan biaya kuliah yang membumbung tinggi sebagai akibat dari ketidakpunyaan sumber pendapatan UNJ untuk merawat gedung baru. Karena yang ada dikepala mereka bagaimana caranya lulus dengan cepat. Hal itu ditempuh dengan cara apapun entah hanya yang penting hadir didalam kelas agar mendapat nilai A (sempurna). Atawa, dengan mengerjakan tugas terus menerus hingga dirinya teralenasi dalam masyarakat. Akhirnya, dari hal-hal itu terbentuklah mahasiswa-mahasiswa yang apatis, pragmatis dan oportunis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar