Rabu,
(14/11) bertempat di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sejumlah mahasiswa yang
mengatas namakan dirinya Solidaritas Pemuda Rawamangun (Spora) melakukan aksi
unjuk rasa. Hal ini dilakukan bertepatan dengan peringatan satu tahun penetapan
Pembantu Rektor III UNJ, sebagai tersangka. Atas kasus korupsi yang melibatkan
Nazaruddin dan Mindo Rosalina Manulang. Terkait pengadaan alat labratorium di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebelum
menggelar aksi di depan gedung rektorat UNJ, mahasiswa menggelar aksi serupa di
depan setiap fakultas. Dengan membawa spanduk bertuliskan, Jangan Jadikan UNJ Pasar Pendidikan. Mahasiswa juga menuntut menolak
kenaikan harga bayaran. Dan meminta UNJ segera mengusut tuntas kasus korupsi.
Selaku
Dinamisator Lapangan (Dinlap) Indra Gunawan mengatakan kecewa dengan
kepemimpinan Rektor Bedjo Sujanto. Menurutnya UNJ sebagai kampus yang bergerak
di bidang kependidikan yang mencetak calon guru justru tidak mempunyai andil
dalam pembuatan kebijakan pendidikan nasional. “Kami kecewa dengan Bedjo. UNJ
tak lagi diperhitungkan dalam membuat kebijakan pendidikan di Indonesia,” kata
pria yang akrab disapa Igun ini. Dia menambahakan, dulu ketika masih bernama
IKIP Jakarta, UNJ banyak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan pendidikan oleh
pemerintah, sedangkan saat ini UNJ tidak bisa berbuat apa-apa dengan adanya
Program Profesi Guru (PPG) yang jelas-jelas merugikan bagi kampus yang bergerak
di ranah pendidikan.
Selain
masalah korupsi, UNJ juga menetapkan sistem bayaran UKT. Tujuan diberlakukannya
UKT ini dianggap rektorat untuk mengantisipasi banyaknya mahasiswa yang
mengundurkan diri pada tahun 2011 sebanyak 217 orang. Pada 2011 mahasiwa baru
diharuskan membayar uang masuk mencapai lima juta rupiah. Tetapi
diberlakukannnya sistem bayaran UKT yang diberlakukan UNJ tahun ini malah
dijadikan ajang untuk meraup keuntungan. Terbukti dengan diterimanya mahasiswa
baru tahun 2012 mencapai 6200. Padahal, UKT sendiri masih bersifat surat edaran
dari Dikti.
Mahasiswa
juga menuntut UNJ, menghentikan segala bentuk pembangunan yang dananya berasal
dari hutang dan hibah. Didaktika
mencatat pada tahun 2010, Islamic Development Bank (IDB) telah memberi
dana hibah sebesar 20 milyar dolar Amerika Serikat untuk UNJ. Yang nantinya
akan dibayarkan oleh pemerintah, dalam artian rakyatlah yang akan membayarnya.
Penolakan
mahasiswa beralasan bahwa pembangunan yang dilakukan UNJ bukan untuk membangun ruang
kelas bagi mahasiswa, tetapi membangun gedung-gedung yang sekiranya dapat
memberi UNJ pemasukan lebih. Dalam orasinya, hal tersebut disampaikan oleh
Koordinator Lapangan Bakti Paringgi, “Di tengah gencarnya pembangunan gedung
baru oleh UNJ. UNJ alpa dalam merawat gedung yang sudah ada, ini terbukti
dengan masih kurangnya jumlah kursi di kelas, hingga pendingin udara yang
mati,” ucapnya tegas.