Sabtu, 30 Juni 2012

Mengenal Haji Merah ( Haji Misbach)


Judul : H.M MISBACH KISAH HAJI MERAH
Penulis : Nor Hiqmah
Penerbit : Komunitas Bambu, 2008
Tebal : xxxvii + 120 halaman

Misbach sangat bersahadja dan moedah bergaoel,Tetapi di dalem kalanganja orang-orang jang mengakoe islam dan lebih mementingken mengoempoelken harta benda dari pada menoeloeng kesoesahan ra’jat, Misbach seperti harimau di dalem kalangannja binatang-binatang ketjil. – Marco Kartodikromo
Islam dan komunisme adalah dua kata yang paling kontroversial di bumi Indonesia. Keduanya paling banyak disebut, terutama dalam kamus sosial-politik dan ideologi. Keduanya ditakuti sekaligus dikagumi. Kehancurannnya ditunggu, tetapi kebangkitannya juga diharapkan. Keduanya selalu menjadi momokbagi rezim-rezim yang memerintah di bumi nusantara ini, baik rezim Hindia Belanda, Jepang, Soekarno, Soeharto maupun reformasi.Tidak heran jika akhirnya perpecahan di antara keduanya selalu diusahakan. Namun, persatuan di antara keduanya selalu dikerjakan.
Dalam persatuan antara keduanya ini tak lengkap bila kita tidak menyebut nama H.M. Misbach. Haji Misbach atau yang lebih dikenal dengan Haji Merah adalah seorang pengusaha batik yang tergabung dalam organisasi pra kemerdekaan Sarekat Islam (SI) di awal abad ke 20. Setelah mengenal Marco Kartodikromo,Haji Misbach mempunyai gagasan menyiarkan agama Islam melalui surat kabar yang didirikannya yaitu medan moeslimin dan Islam bergerak. Dalam, perjalanannya di SI Misbach sangat dekat dengan kaum pekerja dan berangkat pergaulannya itu ia dapat merasakan kesusahan yang dialami oleh pekerja yang bekerja untuk pengusaha SI maupun pemerintah kolonial Belanda.
Sikap Misbach ini yang didekati oleh ISDV yang menyusup ke dalam SI, tulisan-tulisan sangat tajam mengkritik sistem kapitalisme melalui perspektif islam dan komunisme. Bukankah dalam Islam mengajarkan untuk tidak ada penindasan dan hidup secara damai karena kedudukan semua manusia adalah sama dan ini pun terdapat dalam manifesto komunis Marx. Lalu, dalam sebuah pertemuan antara pimpinan Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto dengan Semaoen terjadi pertentangan yang akhirnya membuat SI pecah menjadi SI putih dan SI merah. Sementara itu,Pertentangan antara islam dan komunis ini berawal dari Muhammadiyah yang bersikap kooperatif dengan pemerintah Belanda, saling tuding di media massa pun tak terelakkan. Islam Bergerak salah satu surat kabar yang gencar menyerang Muhammadiyah. Baginya, Muhammadiyah adalah islam kapitalisme. Sedangkan SI, adalah islam sama rata sama rasa atau islam komunis. Pertentangan ini mengerucut pada ideologi kedua organisasi tersebut yaitu islam dan komunis.
Hal ini diperparah dengan perbedaan pendapat Tjokro dengan Misbach. Tjokroaminoto berkata bahwa musuh kaum pergerakan bukanlah kapitalisme, tapi “kapitalisme yang berdosa”. Tjokroaminoto menganggap kapitalisme terbagi menjadi menjadi dua, yaitu “ Kapitalisme yang jahat” dan “Kapitalisme yang baik”. Kaptalisme jahat adalah kapitalis Belanda dan kapitalisme baik adalah kapitalis yang tergabung dalam SI. Ini ditentang sangat keras oleh Semaoen dan Misbach, menurutnya kapitalisme tidak mengenal baik atau jahat. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang diciptakan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu kapitalisme harus dienyahkan dari bumi. Misbach juga tak segan-segan menyerang pengusaha-pengusaha yang tergabung dalam SI. Yang mengaku beragama tetapi masih saja rakus, dan menjalankan riba. Menurutnya,riba merupakan salah satu bentuk produk kapitalis yang menyengsarakan rakyat.
Terlihat jelas bahwa Tjokroaminoto  memihak kaum elite pribumi dan Semaoen, Misbach membela kaum kromo yang tertindas. Semenjak itu pula Misbach gencar mnulis di surat kabar menyebarkan paham islam dan komunis, Misbach beranggapan ada titik temu antara Islam dan komunis yaitu kemanusiaan. Misbach pun tak segan menyerukan untuk perang dengan Pemerintah Kapitalis Belanda. Jauh sebelum agama sebagai teologi pembebasan yang terjadi di amerika selatan, Misbach telah melakukannya. Baginya, islam adalah sebuah teologi pembebasan untuk melepaskan belenggu penindasan. Ini sudah dibuktikan oleh nabi Muhammad SAW ketika itu Mekkah terjadi ketimpangan sosial yang sangat besar antara yang kaya dan miskin. Disinilah ia menemukan titik temu antara Islam dan Komunis yaitu kemanusiaan, menolak kelas-kelas sosial, eksploitasi, pemupukan kekayaan dan menolak perbudakan manusia.
Misbach, percaya bahwa realitas sosiallah yang mempengaruhi kesadaran manusia itu sendiri. Ini dipraktekkannnya dengan memimpin aksi pemogokan buruh bersama Semaoen medio 1920an. Dimana itu adalah bentuk perlawanan kaum tertindas. Bukankah komunisme itu adalah biji dari kapitalisme. Apabila, sudah terjadi penindasan yang sangat hebat maka kesadaran untuk melawan penindasan itu pun akan lebih bergelora. Melihat realitas saat ini bukankah masih sangat relevan ajaran Misbach. Dimana kita masih di eksploitasi oleh kaum kapitalis,baik buruhnya maupun sumber dayanya, seolah kita diperlakukan sebagai binatang atau bahkan benda mati oleh para pemilik modal. Mengutip pernyataan Max Havelaar, “Bukankah tugas manusia adalah menjadi manusia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar