Ada yang terlihat
berbeda di shelter bus way Pencenongan,Jakarta Pusat (7/2). Seorang
anggota Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) nyelonong begitu saja
ke shelter tersebut tanpa membeli tiket. Ricky, Petugas tiket yang
berjaga kala itu juga tak dapat berbuat banyak melihat aksi anggota
Kostrad tersebut. “Bukan hal yang aneh anggota TNI tidak membeli tiket,”
imbuh Ricky yang telah bekerja selama enam menjadi petugas tiket
Transjakarta. “kami juga tak berani memaksa mereka untuk membeli tiket.”
Tidak aneh apabila shelter bus way tersebut banyak yang penumpangnya
dari kalangan TNI karena lokasinya yang dekat dengan Markas Besar
Komando Strategi Angkatan Darat (MABES KOSTRAD). Hal tersebut
menambahkan indikasi masih melekatnya hak-hak istimewa yang diberikan
kepada Angkatan Bersenjata selama rezim Soeharto.
Di tempat berbeda yakni ketika saya naik Metro Mini, saya melihat
anggota TNI diperlakukan layaknya bos oleh supir maupun kondekturnya:
tidak dimintai ongkos, malah TNI tersebut dibelikan sebungkus rokok .
”Sudah biasa dari dulu, kalo mau aman harus dibacking TNI,” papar Otoy
Kondektur Metro Mini tersebut.
Paradigma semua akan merasa aman dan tenang apabila kita mempunyai
“teman” anggota TNI yang ditancapkan pemerintah terdahulu terbukti ampuh
sampai saat ini. Padahal, A.H. Nasution telah lama mengecam perilaku
TNI yang seperti itu. Dalam Buku ABRI: Penegak Demokrasi UUD 45,
Nasution menyatakan hal tersebut telah memperkosa kepribadian militer
itu sendiri untuk jauh dari masyarakat dan malah mabuk dalam perebutan
kekuasaan.
Lalu sampai kapan sang anak loyal dari revolusi ini mendapat
keuntungan dari rakyat atas status sosialnya sebagai alat pertahanan
Negara. Bukankah ini malah menindas rakyat yang telah membiayai
kehidupan militer melalui pajak yang ditetapkan Negara untuk rakyat dan
dialokasikan untuk angkatan bersenjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar