Melihat Indonesia bagaikan Melihat bangsa yang setengah merdeka
Indonesia saat
ini akan memasuki usia ke - 68. Usia yang sudah cukup renta bagi seorang
manusia. Namun, usia 68 masih sangat dini dalam perjalanan sebuah bangsa. Dalam
68 tahun perjalanan menjadi sebuah bangsa yang bernama Indonesia tentu saja
banyak mengalami cobaan. Apalagi, jika kita berkaca pada kejadian yang akhir –
akhir ini terjadi. Bagaimana tidak, tanah Indonesia yang sangat kaya akan
Sumber Daya Alam (SDA) tak pernah sekalipun dapat dirasakan manfaatnya oleh
seluruh rakyatnya. Yang terlihat jelas adalah jarak yang menganga antara si
kaya dan si miskin. Contohnya, seorang warga negara Indonesia bernama Erick
Thohir membeli salah satu klub elite sepakbola
asal Italia. Sedangkan,di Jakarta yang notabene ibukota negara. Hanya berjarak kurang dari satu kilometer
dari Istana presiden ada banyak yang rakyat masih kelaparan.
Kesalahan
terbesar nampaknya telah terjadi dalam memahami arti perjuangan kemerdekaan
yang dilakukan oleh Founding Father.
Perjuangan kemerdekaan yang dilatarbelakangi oleh tekad untuk membebaskan
bangsa Indonesia dari penindasan dan penghisapan ekonomi yang dilakukan
pemerintah colonial Belanda, selama ini cenderung dipahami semata-mata perjuangan
politik, menununtun kesataraan Hakhidup dan setara dengan bangsa lainnya.
Akibatnya,proklamasi hanya dipahami sebagai peristiwa emas bangsa Indonesia
yang tela setara kedudukannya dengan bangsa lain. Padahal, jika kita lihat
sejarah penjajahan 350 tahun yang diderita Indonesia, dengan mudah dapat
diketahui perjuangan utama founding
father digerakkan oleh motif ekonomi. Hal itu sejalan dengan motif
penjajahan colonial Belanda yakni mengeruk keuntungan ekonomi dari tanah
Indonesia.
Sebab itu sangat
mudah dilihat, penjajahan Indonesia dimulai dengan dibentuknya VOC pada 1602 yang
tugasnya adalah sebagai kongsi dagang. Cara kerja VOC bukan merebut kuasa
raja-raja di nusantara, melainkan merebut dan meenopoli perdagangan antarpulau.
Musuh VOC pun bukan raja melainkan kongsi dagang Inggris, EIC. Dimana kala itu
kapitalisme baru tumbuh di Eropa. Dengan melihat awal penjajahan tersebut, kita
dapat lihat penjajahan yang dilakukan Oleh VOC, Prancis, Inggris, Kolonial
Belanda sampai imperialisme Jepang semuanya didasari untuk mengeruk keuntungan
ekonomi sebesar mungkin. Hal tersebut senada dengan apa yang pernah dikatakan
Bung Karno dalam buku Di bawah Bendera
Revolusi jilid I, “ Soal jajahan
adalah soal untung dan rugi, soal ini bukanlah soal kesopanan atau soal kewajiban.
Soal ini adalah soal mencari hidup, soal bisnis …… semua teori itu tak dapat
mempertahankan diri terhadap kebenaran teori yang mengajarkan soal jajahan
adalah soal rejeki, soal yang berdasarkan ekonomi, soal mencari kehidupan.”
Karena
penjajahan didasari ekonomi semua pergerakan nasional tak dapat direduksi semata-mata
perjuangan politik. Perjuangan kemerdekaan harus dipahami sebagai perjuangan
ekonomi. Oleh sebab itu dalam pembukaan konstitusi 1945, pendirian Indonesia
sejak awal tidak hanya difokuskan mencapai tujuan politik. Hal itu dapat
dibuktikan di alinea keempat. Proklamasi dan Indonesia merdeka sejak awal
dengan sadar difokuskan untuk menegakkan kedaulatan ekonomi rakyat di negerinya
sendiri. Gus dur pun pernah berkata,
jika ingin menyelesaikan masalah Indonesia, selesaikan dulu ekonominya.
Artinya, jika ekonomi terkendali kehidupan politikpun akan berjalan dengan
baik. Lebih lanjut, masalah ekonomi pun di atur dalam konstitusi Pasal 33. Dimana
negara diberi kekuasaan untuk menguasai SDA yang menyangkut hajat hidup orang
banyak. Sedangkan asing tidak diperkenaankan untuk mengelola SDA yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Atau saat ini lebih dikenal dengan istilah
kedaulatan ekonomi.
Artinya, amanat
pasal 33 UUD 1945 dengan sendirinya harus dilihat sebagai amanat yang amat
penting kedudukannya dalam mengisi perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa
yang merdeka. Karena perjuangan kemerdekaan sejak awal difokuskan untuk
menegakkan kedaulatan ekonomi rakyat, maka Indonesia merdeka harus dibangun
untuk mencapai tujuan tersebut. Karena sesungguhnya dibentuknya pasal 33
dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan ekonomi seluruh rakyat Indonesia, bukan
orang per orang ataupun korporasi per korporasi.
Namun, nampaknya
pemaknaan dan fungsi pasal ini pun sudah dilucuti. Selama 15 tahun berjalannya
reformasi kecendrungan untuk mengesampingkan kedaulatan ekonomi rakyat semakin
menonjol. Hal ini dapat dilihat secara gamblang, bagaimana Freeport mengusai
emas bahkan uranium yang terkandung di tanah Irian, Air minum yang dikelola
pihak asing serta privatisasi dan liberalisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Kenyataan tersebut sudah barang tentu memaksa kita untuk mempertanyakan tujuan
serta jalannya sebuah bangsa yang bernama Indonesia. Lebih lanjut kita juga
mempertanyakan kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka. Apakah benar
Indonesia telah merdeka? Siapa yang saat ini berkuasa atas bumi bernama
Indonesia? Apa benar Indonesia telah mencapai trisaktinya (Berdaulat dalam
Ekonomi,Politik serta Budaya)? Jangan-jangan benar yang dikatakan Bung Karno
menjelang kemundurannya bahwa, Revolusi belum selesai !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar