Buku : MAFIA BERKELEY DAN PEMBUNUHAN MASSAL DI INDONESIA
Penulis : David Ransom
Penerbit : Koalisi Anti Utang, 2006
Semua dimulai pada saat
kemerdekaan Indonesia, dimana terjadi gerakan - gerakan revolusioner di Asia,
dari India di Barat sampai Korea di Timur dan Cina di Utara sampai Filipina di
Selatan. Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun sebelumnya secara gigih bertempur
melawan Belanda, tetapi kemerdekaannya (dalam hal ini pengakuan kedaulatan )
tidak diperoleh melalui pertempuran besar seluruh rakyat, melainkan melalui
kesepakatan para pemimpinnya. Saat itu pemimpin yang dekat dengan barat
“mengatur kemerdekaan Indonesia” di gedung – gedung mewah di Washington dan New
York. Pada tahun 1949, orang – orang amerika membujuk Belanda agar mengambil keputusan
(mengakui kedaulatan Indonesia) sebelum revolusi di Indonesia berlangsung leih
lama dan rakyat indonesia memahami dan mencintai nasionalisme.
Pada tahun itu pula kemerdekaan
politik Indonesia diakui, dengan rancangan politiknya disusun dengan bantuan
diplomat Amerika, dengan tetap menerima kehadiran Belanda secara ekonomi,
tetapi pintu lebih terbuka lebar untuk Amerika Serikat, baik dibidang ekonomi
dan kebudayaan. Hal ini dapat dilihat dari kesepakatan dari Indonesia yang
melibatkan Soedjatmoko dan Soemitro yang merupakan anggota Partai Sosialis
Indonesia (PSI) yang lebih condong ke pihak Barat jika dibandingkan dengan
partai – partai lain. Kesepakatannya ialah bagi pihak Amerika yang mejalankan
strategi Marshall Plan di Eropa akan sangat bergantung pada ketersediaannya
sumber daya di Asia, dan ia menawarkan kerja sama yang menguntungkan Amerika.
Keterlibatan Utang
luar negeri Indonesia pertama kali pasca kemerdekaan ialah dengan menyetujui
hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Indonesia, yang baru saja
merdeka dipaksa menanggung utang hindia belanda selama perang dunia
berlangsung. Akan tetapi, utang luar negeri mulai terhenti melalui istilah
terkenal“Go
to hell with your Aid” yang
dicetuskan oleh Presiden Soekarno. Dapat diterima logika jika akhirnya isu
keterlibatan asing dalam proses kejatuhan Soekarno santar dalam skenario
Gerakan 30 September 1965. Peranan dua “Begawan ekonomi” Indonesia, Soemitro
Djojohadikusumo dan
Sudjatmoko, pasca kemerdekaan Indonesia. Indonesia
yang diakui Belanda secara politik dalam meletakkan konsep dan kerangka pikir
untuk pembangunan Bangsa Indonesia.
Keterlibatan
Universitas terkenal di Negara-negara barat (MIT, Cornell, Berkeley, dan
Harvard) untuk mencetak ahli-ahli yang namanya juga dipromosikan oleh kalangan
barat cukup strategis untuk mencekoki paham “liberalis” kepada kepala
calon-calon pemimpin Indonesia. Bahkan menurut penulis, Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia Soemitro Djojohadikusumo pun disulap untuk turut
mencekoki paham-paham ekonomi barat. Tak hanya sampai pada Soemitro, mereka
juga membiayai kuliah murid Soemitro seperti Emil Salim ke Universitas Bekeley,
California. Namun, semasa pemerintahan Soekarno, peran aristocrat ini banyak
mendapat tentangan. Soekarno berpendapat kedua aristocrat tersebut pro
neokolianlisme dan Imperialisme. Yang tentu saja akan membahayakan bagi kaum
Marhaen. Hingga akhirnya, angin pun berubah. Kudeta yang dilakukan oleh
Soeharto ternyata sukses membuat Begawan ekonomi masuk dalam lingkar kekuasaan.
Prestasi pun, dicatatkan oleh mereka dengan menekan angka inflasi Indonesia
yang mencapai 600% pada 1966. Meskipun harus “menjual” SDA Indonesia dengan
melegalkan penanaman modal asing.
Soeharto sangat yakin akan kemampuan ekonom tersebut,
hingga Soeharto berkenan membuat SESKOAD (Sekolah untuk para perwira angkatan
darat). SESKOAD sendiri dipandang sebagai salah satu tempat bagi tangan-tangan
Berkeley. Mengirimkan sejumlah perwira menengah ke luar negeri untuk berlatih.
Ketika kembali, perwira-perwira ini yang akan menjadi pemimpin-pemimpin untuk
menghadapi ideologi sosialis / komunis yang tidak menguntungkan barat. Pada bagian
III “Harvard, semuanya dibawa pulang”,
kita dapat menemukan mengapa kesejahteraan bangsa Indonesia begitu sulit
tercapai, mengapa semua terlihat benar dari sisi ilmu ekonomi, mengapa saat ini
tempat-tempat “basah” dan menghasilkan uang banyak dikuasai Negara asing?
Buku yang diterbitkan KAU ini bisa saja sebuah buku yang
tidak ditulis sebagaimana kaidah ilmiah, tidak memiliki data valid dan banyak
merupakan isu-isu rekayasa. Tetapi membaca buku ini dan melihat keadaan bangsa
Indonesia, sungguh memiliki korelasi kuat. Bagaimana kebijakan ekonomi liberal
diterapkan, seperti privatisasi BUMN, eksploitasi Freeport di papua. Yang tentu
saja mengkhianati konstitusi pasal 33 dan membunuh hajat hidup orang banyak.
Itulah sebabnya buku ini dinamakan Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal. Pemilu
lima tahun sekali begitu murah jika harus disogok dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat,
JAMKESMAS, PNPM, dan sejumlah program lain yang sejatinya hanya mengeluarkan receh-receh jika
dibandingkan dengan bongkahan-bongkahan ‘emas’ yang dibawa ke luar negeri oleh
pihak Asing. Buku sebanyak 80 halaman ini menguak misteri dibalik penggusuran
Soekarno dari tampuk kepemimpinan di Indonesia yang terjadi pada tahun 1965.
Dalam peristiwa ini disebutkan bahwa telah terjadi sebuah permainan intrik
intelektuil internasional yang melibatkan banyak pihak seperti CIA, Ford
Foundation, Rockefelller Foundation, Universitas – universitas terkemuka AS,
dsb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar