Apa perbedaan dari Indonesia sebelum
1965 dan sesudahnya? pertanyaan ini saya lontarkan dalam kaitannya
dengan pelarangan ajaran komunisme di Indonesia. Perlu diingat kembali
bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia dijamin secara lisan maupun
tulisan dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka pelarangan sedemikian
tentunya melanggar atau dengan kata lain seolah mengesampingkan UUD
negara yang wajib dipatuhi oleh semua pihak tanpa kecuali. Kalau
sekarang komunisme dilarang di Indonesia, apakah sebelum tahun 1965
Pancasila dan UUD 1945 yang dianut oleh Indonesia berbeda?
Kalau bangsa Indonesia saat ini ditanya
mengapa anda menentang ajaran komunisme, kemungkinan besar tentu tidak
dapat menjawab pertanyaan itu, kecuali mengatakan hal-hal klise yang
sudah kita sering dengar selama perjalanan rezim Orde Baru terutama
dalam penataran P4 (ideologisasi Pancasila versi Soeharto – beruntunglah
generasi sekarang yang tidak perlu lagi mengikuti penataran ini), yakni
komunisme itu ateistis, anti-ketuhanan. Atau, kemungkinan yang paling
nyata adalah kemungkinan dia (rakyat) takut berbeda pendapat, padahal ia
harus menyanyikan lagu yang sama, nyanyian “Anti-komunisme”. Jadilah
orang Indonesia naif karena menentang komunisme tanpa memahami perihal
dan ajaran seutuhnya dari komunisme. Jadi agar rakyat Indonesia secara
keseluruhan tidak naif, komunisme di Indonesia perlu dipelajari. Karena
ajaran komunisme bukanlah merupakan makhluk menakutkan yang berwujud
seperti setan atau jin. Sekolah-sekolah, setidaknya mulai sekolah
menengah atas saya kira perlu mengenalinya, dan bukan berarti untuk
kemudian menganutnya, melainkan untuk menolaknya secara sadar, maksudnya
membuktikan bagaimana ideologi ini berfungsi didalam praktiknya.
Menurut pendapat saya, dengan mengenal ajaran komunisme bangsa Indonesia
justru akan memperkuat kedudukan Pancasila sebagai dasar filsafat
negara – saya percaya akan hal ini. Modal utama bagi penentangan
komunisme adalah kemakmuran rakyat. Kenapa? Karena dilihat dari
sejarahnyapun ajaran dan ideologi Komunis memang sangat menarik bagi
rakyat jelata yang miskin. Hal itu bukan saja terlihat dan terasa jelas
dari propaganda ajarannya, tetapi juga karena tindakan-tindakan nyata
untuk mencukupi kebutuhan material mereka terutama memenuhi
kesejahteraan rakyat seperti sekolah gratis, kesehatan dijamin negara,
pekerjaan yang layak dll. Kita ambil contoh misalnya Cina. Rakyat Cina
berjumlah lebih dari 1 milyar. Kita tak pernah dengar kelaparan dan
ketelanjangan di Cina. Karena komunisme di sana mampu memenuhi janji
memakmurkan rakyatnya, untuk itulah alasannya kenapa komunisme di Cina
laku sampai hari ini. Namun, supaya tetap laku, komunisme Cina
meliberalisasikan komunismenya, seperti misalnya merebaknya kebebasan
beragama dan beribadah diseluruh dataran Cina.
Jadi komunisme asli tidak
ada lagi – mungkin hanya di Korea Utara. Untuk itulah selama negara
dapat memakmurkan rakyat, siapapun sebenarnya tidak perlu takut akan
bahaya laten komunisme. Justru malah kita harus mampu menjinakkan
komunisme menjadi “makhluk” baru yang bersahabat dengan kita yang bukan
penganut komunisme. Dunia kita dewasa ini bukan lagi dunianya Stalin
atau Mao Zedong, namun telah menjadi zaman pendekatan globalisasi. Yang
harus dilakukan sekarang di Indonesia adalah mencabut Tap MPRS Nomor
XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan PKI dan Ajaran Marxisme-Leninisme
karena Tap ini jelas-jelas tidak menghormati HAM dan sebagai bangsa yang
besar dan lahir batin menjunjung tinggi Pancasila sudah seharusnya
menghilangkan perbedaan-perbedaan yang lahir dan tumbuh dalam
masyarakat.
Maunya bener sendiri
BalasHapus