Sabtu, 03 Maret 2012
Informasi untuk persatuan
Bintang itu bernama bintang kejora,bintang berwarna putih. Bintang itu bintang harapan bagi kami dengan darah yang merah,niat yang putih suci dan ketentraman laut yang biru- Dortheys Hiyo Eluay
Salah satu faktor pendorong kemerdekaan Indonesia adalah tersiarnya kabar kekalahan Jepang oleh pasukan sekutu. Berita tersebut menyebar luas hampir ke penjuru dunia termasuk Indonesia sebagai negeri jajahannya. Para pemuda yang diketuai oleh Sutan Syahrir, mengetahui hal tersebut lalu mendesak golongan tua (Soekarno,Hatta) untuk memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pagi hari, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Sukarno, meski dengan kondisi sakit, ia tetap memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah terjajah selama 3,5 abad ini ditemani oleh Moh.Hatta. Berita kemerdekaan Indonesia disiarkan melalui kantor berita domei dan kian tersebar tetapi, di dalam negeri Indonesia sendiri dengan teknologi yang masih sangat sederhana berita penting itu hanya dapat mencakup pulau Jawa-Sumatera. Padahal, menurut bung Karno dalam buku yang ditulis Cindy Adams, ia menjelaskan bahwa proklamasi mewakili wilayah Indonesia meliputi bekas jajahan Belanda dan Jepang yakni dari Sabang-Merauke.
Belanda memanfaatkan situasi ini di bagian wilayah Indonesia yang paling timur yaitu Irian barat. Belanda membentuk angkatan perang yang para prajuritnya adalah orang-orang Irian, mereka diberi latihan bersenjata dan menanamkan doktrin pada rakyat Irian bahwa mereka berbeda dengan rakyat Indonesia dan orang Irian tidak memiliki ras yang sama dengan mayoritas rakyat Indonesia. Tidak sampai disitu, Belanda juga menginstuksikan rakyat Papua untuk membuat lambang negaranya sendiri yang nantinya akan diberikan kemerdekaan tersendiri oleh Kerajaan Belanda.
Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dengan berbagai cara untuk memasukkan Irian Barat ke dalam NKRI. Karena dalam hasil kespakatan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag, mereka akan mengembalikan Irian setahun kemudian. Dimulai pada saat tahun 1951 ketika itu Indonesia menggunakan sistem parlementer dan sebagai Perdana Menteri adalah M.Natsir yang menawarkan mosi integral pada seluruh anggota dewan untuk memasukkan Irian Barat dalam NKRI. Pelbagai langkah untuk mendapatkan kembali Irian mengalami jalan buntu.
Akhirnya Presiden Soekarno menyatakan konfrontasi dengan Belanda melalui pernyataan Trikora :
1.Gagalkan pembentukan "Negara Papua" bikinan Belanda colonial
2,Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia dan
3.Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa
pernyataan sang Presiden rakyat bereaksi dengan mendaftar sebagai sukarelawan untuk Irian, tak kurang 500 masyarakat mendaftar dalam setiap harinya. Ribuan masyarakat diberi pelatihan militer oleh pemerintah.
Operasi mandala pun dibentuk dengan dipimpin oleh Soeharto,Komandan saat itu berhasil menyusup ke tanah Irian. Ada yang tak akan dilupa dalam peristiwa perebutan Irian Barat yaitu pertempuran di laut Aru, yang menyebabkan Komodor Yos Sudarso gugur bersama KRI Macan Tutul. Tak hanya berbenturan fisik,Indonesia pun mengadakan diplomasi dengan Uni Soviet dan China yang akhirnya Indonesia mendapat kapal perang yang sangat besar dari Uni Soviet, yang diberi nama KRI Irian bahkan 2 kapal perang belanda sempat kabur karena melihat KRI Irian” tutur Asvi warman Adam. Melihat Indonesia sangat serius akan konfrontasi dan mengancam perdamaian yang sudah tercipta di dunia, Amerika ikut turun tangan mengatasi ini karena ia tak ingin Indonesia terlalu dekat ke “kiri”.
Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan Amerika. Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann.
Pada tahun 1969, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang diatur oleh Jenderal Sarwo Edhi Wibowo. Menurut anggota OPM Moses Werror, beberapa minggu sebelum Pepera, angkatan bersenjata Indonesia menangkap para pemimpin rakyat Papua dan mencoba membujuk mereka dengan cara sogokan dan ancaman untuk memilih penggabungan dengan Indonesia. Pepera ini disaksikan oleh dua utusan PBB, namun mereka meninggalkan Papua setelah 200 suara (dari 1054) untuk integrasi. Hasil PEPERA adalah Papua bergabung dengan Indonesia, namun keputusan ini dicurigai oleh Organisasi Papua Merdeka dan berbagai pengamat independen lainnya. Walaupun demikian, Amerika Serikat, yang tidak ingin Indonesia bergabung dengan pihak komunis Uni Soviet, mendukung hasil ini, dan Papua bagian barat menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian Jaya.
Tetapi, lagi-lagi informasi menjadi kendala. Bahwa pasukan perang yang telah dibentuk oleh Belanda untuk rakyat Irian tidak mengetahui bahwa Irian telah bergabung dengan RI. "Mereka tetap percaya pada doktrin yang telah dilakukan oleh Belanda, bahwa bangsa Irian berbeda dengan bangsa Indonesia terutama dalam ras terlebih saat pemerintahan Soeharto yang tidak adil bagi kami” ungkap Dortheys Hiyo Eluay mantan ketua dewan Papua.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar