Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat
administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak
di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei
dan dua koloni Inggris Sarawak dan Borneo Utara kemudian dinamakan Sabah.
Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya
di Kalimantan dengan Semenanjung
Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan
Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah
boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol
Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan
alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa.
Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan
Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat
pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan
pemberontakan berakhir.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima
pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak
dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB.
Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan
dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah
dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi
pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti
kolonialisme dan imperialisme Inggris.
“
|
Sejak
demonstrasi anti-Indonesia di Kuala
Lumpur, ketika para
demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana
Menteri Malaysia saat
itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun
meledak.
|
”
|
Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September
1963, berlaku ketika para demonstran yang sedang memuncak marah terhadap
Presiden Sukarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysiaan juga
kerana serangan pasukan militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia.
Ini berikutan pengumuman Menteri
Luar Negeri Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia mengambil sikap
bermusuhan terhadap Malaysia pada 20
Januari 1963.
Selain itu pencerobohan sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk
menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase pada 12 April berikutnya.
Soekarno yang murka karena hal itu
mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesian yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan ingin melakukan balas dendam dengan
melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamirkan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato beliau yang amat
bersejarah, berikut ini:
“
|
Kalau kita
lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya. Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat. Yoo...ayoo... kita... Ganjang... Ganjang... Malaysia Ganjang... Malaysia Bulatkan tekad Semangat kita badja Peluru kita banjak Njawa kita banjak Bila perlu satoe-satoe! Soekarno. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar